Text
Pelaku Usaha, Konsumen dan Tindak Pidana
PELAKU USAHA, KONSUMEN,
DAN TINDAK PIDANA KORPORASI
genap
Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) sudah dua tahun diundangkan, tetapi keberlakuannya masih bersifat utopis. Belum ada kemauan dari pemerintah untuk menegakkan norma-norma UUPK. Dengan berlakunya UUPK, maka pelaku usaha akan mempunyai suatu pegangan dalam menjalankan usahanya. Pelaksanaan UUPK harus didukung, karena materinya telah dibuat seimbang di antara berbagai kepentingan pelaku usaha dan konsumen.
Pelaku usaha tak dilarang memupuk keuntungan (laba). Sesuai asas keamanan dan keselamatan konsumen yang dikedepankan UUPK, perwujudan kepentingan memupuk laba tidak boleh semata-mata dimanipulasi motif "prinsip ekonomi pelaku usaha" (mendapat keuntungan yang maksimal dengan biaya seminimal mungkin). Artinya, tak dibenarkan motif semata-mata memupuk keuntungan (laba) dengan mengabaikan keamanan dan keselamatan konsumen dalam mengkonsumsi produk/barang dan/atau jasa.
Dalam pada itu, sejumlah kasus konsumen, seperti biskuit beracun (1989), mie instant (1994), dan tenggelamnya kapal feri KMP Gurita (1996) telah menelan begitu banyak korban konsumen tak berdosa akibat diabaikannya asas keamanan dan keselamatan. Tindak pidana korporasi di mana konsumen sebagai korbannya, menampilkan suatu dimensi penegak hukum yang di samping tak konsisten juga tak berorientasi kepada korban. Proses peradilan tenggelamnya kapal feri KMP Gurita telah membangun opini publik bahwa kejahatan itu terjadi karena salahnya para konsumen itu sendiri - blaiming the victim.
Visi yang lemah tentang penegakan UUPK tak hanya merugikan para konsumen, juga para pelaku usaha yang beritikad baik. Dalam kasus halal haram produk Ajinomoto (2001), tindakan penyidikan yang dilakukan polisi terhadap PT Ajinomoto Indonesia atas tuduhan klasik Pasal 378 KUHP (tintak pidana penipuan), mendadak mendapat campur tangan dari Istana Kepresidenan. Kendati kini produk Ajinomoto tak haram lagi, setidaknya sikap Presiden ini menodai penegakan hak-hak konsumen di Indonesia.
Melalui buku ini ingin pula diluruskan persepsi keliru dari sebagian pelaku usaha bahwa perlindungan konsumen (UUPK) sebagai upaya menghambat perkembangan dunia usaha. Perlindungan konsumen dan dunia usaha ibarat sekeping uang logam dengan sisi yang berbeda satu sama lain.
</li><li>Bab 1.Korporasi dan Perlindungan Konsumen
</li><li>Bab 2.Reorientasi Kebijakan Kriminal dalam Perlindungan Konsumen
</li><li>Bab 3.Analisis Persepsi Konsumen dan Korporasi Pelaku Usaha Tentang Perlindungan Konsumen danri Tindak Pidana Korporasi
Tidak tersedia versi lain